Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya
yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan
gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing,
Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga
dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo
dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan
Medang merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa
(dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya,
Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama
Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama
Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu
Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga
merupakan pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat,
Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha
beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik
agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang
beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut
agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan
setelah anak Raja Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan
yang menganut agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan maju
sebagai Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil
menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang
merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan
Sriwijaya yang kemduian menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa.
Berakhirnya Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori
yang mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat
Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah
Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan
membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya
diperkirakan terletak di daerah Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian
pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu,
pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di
sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah
Mataram. Mpu Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur
sekarang
Raja-Raja Kerajaan Mataram Kuno
Daftar raja-raja Medang menutur teori Slamet Muljana adalah
sebagai berikut:
1. Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)
2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang
Ratu, sedangkan raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Dari hasil budaya dan peninggalanya kerajaan ini meningalkan
berbagai prasasti dan hasil budaya yang sampai sekarang masih ada :
Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih
berhubungan, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak
peninggalan-peninggalan yang bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa
candi yang terkenal bercorak Hindu dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti
sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya dan dinasti sailendra tetapi
juga bukti-bukti penemuan prasasti.
Candi-Candi Bercorak Hindu,Peninggalan bangunan suci dari
keduanya antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi
Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi
Prambanan yang berlatar belakang Hindu.
Candi-Candi Bercorak Buddha, Adapun yang berlatar belakang
agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut,
Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon, Candi Sari.
Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan
berangka tahun berbentuk Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun
654 Saka 732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti
Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan
rakyatnya.
Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama
keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama
berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan candi
Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng.
Adapun Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha,
seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan
tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha
yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan
sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang
memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah
Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja
Balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama
(Wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Kuno
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno
menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan
India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik.
Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali
Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama
Pramodyawardhani (Wangsa Sailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa
Sanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno,
sedangkan Wangsa Sailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M.
Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara
Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Sailendra) semakin erat.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Kuno
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo,
meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat
subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini
mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor
dan mengimpor hasil pertaniannya. Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan
hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja
Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat
perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo
diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui
aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai
tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan
melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan
kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Mataram Kuno
Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya
terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hidup rukun dan
saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam
membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada
kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan
gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga
dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat
oleh penduduk desa ternyata juga dihormati dan dijalankan oleh para pegawai
istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat
dan kalangan istana.
Kehidupan Kebudayaan
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi.
Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun
732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain
itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula,
candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain
candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi
Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga
telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat
kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Balitung (898-910 M). Di masa kekuasaannya, daerah-daerah di
sebelah timur Mataram berhasil ditaklukkannya. Oleh karena itu, daerah
kekuasaan Mataram semakin luas, yang meliputi Bagelen (Jawa Tengah) sampai
Malang (Jawa Timur).
Penyebab kejayaan kerajaan Mataram Kuno:
Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam peperangan
Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta
(Waringin Pitu) guna mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal
dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain datang ke
pelabuhan itu.
Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang
didasari oleh:
Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan
Bengawan Solo yang sangat memudahkan bagi lalu lintas perdagangan.
Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan
penanaman padi secara besar-besaran.
Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan
utama waktu itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara
Jawa dan Sumatra yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai
Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam
terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan
Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus
berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai
periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi
di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
pihak Mpu Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh
yang merupakan cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram
Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram
Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa
juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau
1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya,
istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan
sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa
tewas.
Sumber:
http://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-mataram-kuno-sejarah-raja-dan-peninggalan-beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno








Tidak ada komentar:
Posting Komentar